Kepada Cinta yang Berulang Tahun

hari lepas hari
aku menjahit waktu,
menenunnya hingga fajar betul-betul merah—
membakar sepi yang enggan padam.

hari lepas hari
aku memunguti tanggal-tanggal penting
yang gugur di kalender,
dan Mei menampakkan wajahnya,
bulat, bulat,
seolah ingin diingat.

hari lepas hari
aku membaca jarak yang membentang,
seperti kalimat-kalimat tak selesai,
memisahkan kota
dari kota
dan rindu
dari tiba.

hari lepas hari
entah berapa yang lahir,
mati, tumbuh, atau tenggelam—
namun hanya segelintir yang menetap.

dan di antara yang sedikit itu,
ada lima huruf
dengan huruf pertama berdiri tegak:
cinta.

hari lepas hari
aku ingin menjelma wudhu,
dan kau menjadi air—
yang membasuh lelah
dengan tangan yang tertadah.

hari lahirmu adalah ingatan panjang,
meski keberanian dan lenganku
terlalu pendek menjangkaunya.

hari lahirmu adalah baris waktu
dalam bulan yang diam-diam penting.

lantas, berapa harga sebuah ingatan?
aku ingin membelinya
dan membungkusnya rapi
untukmu.
hanya untukmu.

mengapa manusia tak merayakan kelahiran
secara acak saja?
tanggal 15, 17, atau 19—
bukankah menyenangkan memilih sendiri
usia yang ingin dirayakan?

mungkin aku akan memilih 23,
atau 25.
entahlah.

kurasa tuhan sedang menyiapkan
bahagiamu
pada angka-angka ganjil di usia yang genap.

lalu mengapa tuhan menaruh
berani,
atau tidak berani,
pada saat yang tak semestinya:
padaku?

mengapa?

berapa usiamu hari ini?
18, 22, atau 26?

aku menghitungnya dari jauh
dan mendoakanmu dalam diam.

ada banyak bentuk perayaan:
kue, lilin, nyanyian—
tapi aku tak menyukainya.

aku lebih suka diam
dan membiarkan doa-doa
naik ke langit,
mengudara,
membawa serta hari,
dan hati ini,
melakukannya sekali lagi.
berkali-kali.

membiarkan puisi
menulis dirinya sendiri,
menemui pemiliknya
yang paling indah.

ada banyak lima huruf:
kursi, pintu, lampu, bunga, jambu—
tapi di kepalaku,
kau adalah pohon.

pucuk-pucukmu
hendak menyentuh birunya langit,
sementara akar-akarmu
melilit tanah
dan memberi manfaat
bagi semesta.

selamat lahir,
dan tumbuh kembali,
berulang-ulang:
cinta.

Jogja

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *