Lorenzo Insigne, Air Mata Kata-kata

Seberapapun lamanya, kebersamaan ada waktunya harus berkahir. Seberapapun besar cinta seseorang, waktu yang akan menguji. Dan ketika perpisahan tak terelakan, bahasa yang paling jujur dan dalam bukanlah kata-kata, melainkan air mata.

Dengan mengenakan jersey biru langit, ditengah-tengah penuh 70 ribuan suporter di Stadion San Paulo yang baru saja berganti menjadi Stadion Diego Armando Maradona, banyak yang berusaha menahan air matanya, namun jebol juga. Air mata itu dari dan untuk seorang pemain. Ia bernama Lorenzo Insigne.

Pemilik nomor punggung 24. El Capitano bagi Partenopei Gli Azzurri dalam 3 musim terakhir.

Senin (16/5) dini hari WIB. Giornata ke-37 Serie A musim 2021-22 jadi tanda. Barisan angka selang-seling itu berarti sebuah babak baru dari perjalanan karier Insigne.

Rekan-rekan setimnya berbaris bersebrangan: seperti berjalan keluar dari lorong stadion. Insigne menghadap langit-langit. Merentangkan kedua tangannya. Melambai ke segala penjuru yang bisa dicapai.

Insigne berjalan ke lapangan bersama kedua putranya yang masih kecil dan tak begitu mengerti apa arti dari kesedihan dan perpisahan.

Insigne diberikan beberapa hadiah kenang-kenangan: jersey berbingkai dari Dries Mertens, lukisan dari Kalidou Koulibaly, Piala dari Presiden klub, Aurelio De Laurentiis dan lain sebagainya.

Dalam sebuah pidato yang emosional
jelang kick off melawan Genoa, Insigne membacakan apa yang ada di hadapan matanya, kertas yang mungkin basah oleh air mata.

“Seperti yang Anda tahu, saya tidak pandai menulis, tetapi saya menulis sesuatu,”

Dari teks yang ia bawa, setidaknya kita bisa berasumsi kalau mulut Insigne tak selihai kakinya di atas lapangan hijau. Mungkin memang demikian. Dalam suasana hati yang sedih, kata-kata memang sulit dikuasai. Insigne tak mampu menguasai kesedihannya.

“Yang bisa saya katakan adalah terima kasih. Terima kasih untuk kota yang memberiku segalanya. Saya dibesarkan di sini bersama Napoli. Kita merayakan, menderita, dan terkadang berdebat, tetapi selalu bersama, seperti keluarga besar.”

Jauh dari apa yang ia katakan, sesungguhnya Insigne tak bisa meringkas 16 tahun kebersamaannya dengan Napoli hanya dengan satu dua halaman teks pidato.

Di kota itu Insigne sudah dianggap pahlawan dan hampir sebagai kultus. Hari itu puluhan kelompok suporter yang ada di Curva A dan Curva B sadar kalau Insigne kesayangan mereka akan memulai petualangan baru di klub lain.

Seperti lazimnya. Setiap perpisahan meninggalkan rasa pahit di mulut, tapi yang satu ini lebih dari yang lain. Bagi Insigne, meninggalkan Napoli berarti meninggalkan rumah.

Tentu bukan dalam pengertian yang sebenarnya. Insigne masih berumah di Napoli. Ia hanya berganti jersey dan melompat teritori.

Insigne memang sempat memperkuat klub diluar Napoli, itupun klub-klub gurem: Cavese Foggia, Pescara, dan itu masih di negerinya sendiri, di Italia. Dalam status pemain pinjaman. Kali ini Insigne akan merantau ke tempat yang jauh — Bukan sebagai pemain pinjaman.

Insigne telah menandatangani pra-kontrak dan akan menuju tempat dimana para perantau gaek, Major League Soccer (MLS). Ia akan bermain di Toronto FC. Sebuah klub dengan tradisi kekeluargaan yang tak sebegitu serius.

Kaki Insigne pasti akan diseret oleh ingatan-ingatan yang berat.

Bermain untuk Napoli bukan hanya pengalaman yang luar biasa. Bagi Insigne juga merupakan tanggung jawab besar yang ia jalani dengan cinta dan kebanggaan. Bukan cuma tentang skor. Menang kalah. Juara atau tidaknya.

Yang terpenting bagi Insigne, ialah memberikan semua yang ia miliki. Dalam setiap pertandingan yang dimainkan dengan kebersamaan hati, itu artinya bagi Insigne tidak ada pemenang atau pecundang.

Dengarlah apa yang dikatakan Insigne sebagai kalimat penutup. Lirih tapi bertenaga.

“Akhirnya, terima kasih kepada semua penggemar Napoli di seluruh dunia, untuk semua rekan tim yang menjadi teman yang bisa saya andalkan. Terima kasih kepada seluruh staf yang merawat saya sejak hari pertama. Kepada klub yang membuat semua ini menjadi mungkin. Untuk mereka yang selalu percaya pada saya.”

Buona fortuna fratello, el capitano.

Tabik!

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *