Selamat Pulih

aku menampung kesedihan
yang menghasilkan hujan di pelupuk mata

menampungnya dalam gelas retak— air yang mengalir
pelan-pelan luber, tapi tak pernah penuh

aku menggulungi diri dalam kecemasan
dalam selimut usia dua puluh lima
yang mulai terasa kekecilan
untuk menutup semua lara pameran masa lalu

aku menunggu getir ini reda
seperti halnya menunggu lampu hijau
di simpang kota yang tak menuliskan namamu lagi

aku memandang lama, tetapi arah tetap enggan berubah warna

memandangi mimpi-mimpi kita yang belum tuntas
yang mengapung di malam yang banci:
setengah terang, setengah ingkar
sementara mataku belajar letih
agar tak selalu mencarimu di setiap pantul jendela

aku menggemasi imaji yang masih berantakan di kepala—
satu per satu kubungkus dengan kertas harapan baru
yang di atasnya kutulis label: jangan dibuka sebelum bahagia

lalu, dengan sisa keberanian yang tidak kau pinjamkan,
kumasukkan semua ke perahu kertas
agar sepi melarungnya
ke muara halaman berikutnya

semoga di sana kata “selamat tinggal”
akan larut menjadi “selamat pulih”

dan aku ingin, pada akhirnya, berlayar ringan
menuju nama yang belum kau kenal

Jogja, Mei 2025

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *