Terbit di Kalimahsada, 22 April 2020
Kita tahu tepat hari kemarin, saban tanggal 21 April semenjak tahun 1964, bangsa Indonesia selalu memperingati hari lahir satu tokoh perempuan yang dianggap penting dalam mempelopori kesejarahan kaum perempuan, siapa lagi jika bukan sosok R.A Kartini.
Tanpa bermaksud menihilkan peran Kartini, karena tentu saja itu sama dengan tindakan ahistoris. Tetapi persoalannya adalah: tidak adakah stock nama perempuan Indonesia yang lain yang juga sama berjuangnya atau bahkan lebih dari Kartini? Masih dalam nuansa di hari Kartini ini, agaknya menarik jika kita dapat sesekali menggeser percakapan dan membahas nama perempuan lain. Selain ketokohan juru tulis “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu.
Institusi pendidikan baik negeri atau swasta di semua jenjang sedang diliburkan. Pandemi Covid-19 jadi biang keladinya. Berkenaan dengan hal itu, sebenarnya ada begitu banyak nama-nama tokoh perempuan Indonesia yang menginspirasi. Tapi rasanya untuk saat-saat sekarang ini yang terbaik dari sekian nama itu adalah yang punya andil dalam sistem pendidikan khusus perempuan.
Saya awali tulisan ini dengan pertanyaan, tahukah kita dengan seorang tokoh perempuan yang bernama Rahmah El-Yunusiah? Mungkin saja nama itu masih terdengar asing di telinga. Memang si pernah mendengar sebelumnya? Atau ini kali yang pertama. Jika belum, sedikit banyaknya tulisan ini akan menyoal tokoh tersebut dan apa saja sumbangsihnya.
Sekilas tentang Rahmah El Yunusiyah
Pada hari Jumat 29 Desember 1900 Masehi lahirlah seorang perempuan yang kelak dalam sejarah akan menjadi tokoh pembaharuan pendidikan Islam. Beliau adalah Rahmah El-Yunusiah. Terlahir dari pasangan yang taat beragama, orang tuanaya bernama Muhammad Yunus dan Ummi Rafi’ah.
Sayangnya Rahmah tidak sempat merasakan didikan dari ayahnya yang seorang ulama ternama itu, karena semenjak umur 6 tahun ia sudah menjadi yatim. Sedari kecil, nampaknya Rahmah memang dipersiapkan untuk menjadi perempuan istimewa. Bagaimana tidak? Pada masa itu sedikit sekali perempuan yang mempunyai akses terhadap pendidikan. Di mana pada waktu itu kaum perempuan hanya dibekali pendidikan dasar untuk kemudian menikah dan mengurusi rumah tangga.
Rahmah kecil, tumbuh sebagai anak yang cerdas dan taat dalam beribadah. Ketertarikannya terhadap dunia pendidikan tidak lepas dari andil keluarganya dan murid-murid ayahnya. Pikiran Rahmah tidak dibentuk dari proses pendidikan formal ala Belanda. Ia belajar Al-Quran dari salah seorang murid almarhum ayahnya. Ia diajarkan tulis-baca huruf latin oleh kakaknya yang bernama Zainuddin Labay dan oleh ibunya ia diajarkan berhitung.
***
Di usianya yang ke 15 tahun, kakaknya Zainuddin Labay mendirikan lembaga pendidikan bernama Diniyyah School. Rahmah termasuk muridnya, terhitung hanya tiga tahun ia belajar di bawah lembaga kakaknya itu. Tak disangka, kegelisahan Rahmah berawal dari sekolah ini. Ia menemukan berbagai persoalan di lembaga sekolah kakaknya ini.
Baginya sistem pendidikan yang mencampurkan antara laki-laki dan perempuan tidaklah efektif. Bagi Rahmah proses pendidikan semacam itu tidak dapat memahami perempuan, perempuan didudukkan sebagai objek.
Dari situlah Rahmah bersama teman-teman perempuannya bersepakat membuat semacam kelompok belajar. Guna memperdalam ilmu agama mereka memutuskan untuk berguru kepada para ulama-ulama. Tidak berhenti di situ saja Rahmah juga belajar ilmu umum di luar ilmu agama.
Konsep Pendidikan Rahmah El Yunusiyah untuk Kaum Perempuan
Dalam prosesnya Rahmah bersentuhan langsung dengan dua model pendidikan. Pertama model surau yang ia dapatkan dari ibu dan murid ayahnya melalui proses mengaji, yang itu bersifat tradisional. Dan yang kedua model pembelajaran yang bercampur di antaranya laki-laki dan perempuan dalam bentuk madrasah yang ia dapatkan melalui kakaknya. Madrasah dapat direpresentasikan kedalam model pendidikan yang lebih modern.
Pernah merasakan dua model pendidikan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap Rahmah. Yakni dalam menentukan konsep pendidikan seperti apa yang pada masanya tepat untuk perempuan.
Waktu itu, dalam pandangannya Rahmah meyakini bahwa pendidikan bagi kaum perempuan, tidak bisa disamakan sepenuhnya dengan pendidikan laki-laki. Harus ada satu lembaga pendidikan yang mewadahi itu. Agar kemudian kurikulum yang dijalankan berbeda dengan konsep pendidikan pada umumnya.
Hal ini ditujukan untuk menciptkan iklim pendidikan tersendiri, sehingga dalam proses pembelajaran, perempuan dapat lebih leluasa dan secara bebas. Semisal pada aspek mengemukakan pendapat. Di lembaga pendidikan pada umumnya pada masa itu laki-laki lebih dominan. Keberadaan perempuan di ruang pendidikan tak lebih dari hiasan.
Perempuan Berkemajuan
Melalui konsep pendidikan yang ditawarkan, maka kelak ia berharap kaum perempuan bisa lebih maju dalam berpikir. Sehingga pandangan-pandangan yang meyangsikan peran kaum perempuan terhadap kemajuan satu peradaban lambat laun akan hilang.
Dan ujung-ujungnya, kaum perempuan akan menemukan kembali rasa percaya dirinya. Sehingga tumbuhlah kemandirian dalam mengemban tugas. Rahmah percaya bahwa untuk meninggikan derajat kaum perempuan dalam masyarakat. Maka tidak mungkin dengan jalan menyerahkan sepenuhnya kepada laki-laki atau mentok terus-terus didominasi.
Baginya urusan perempuan yang lebih mengerti adalah perempuan, itu artinya harus dilakukan oleh kaum perempuan itu sendiri yang menggerakkan.
Berangkat dari pemikiran itu, maka diejawantahkanlah konsep pendidikan Rahmah dalam sebuah lembaga pendidikan. Berupa sekolah khusus perempuan yang dinamai Diniyyah School Puteri. Yang inspirasi awalnya dari sekolah sang kakak. Pasca kemerdekaan sekolah ini lebih dikenal dengan nama Madrasah Diniyah Puteri Padang Panjang.
***
Pada akhirnya, konsep pendidikan yang dirumuskan oleh Rahmah adalah perpaduan antara madrasah dan surau yang mengaju pada nilai-niai keislaman. Konsep pendidikan kaum perempuan ala Rahmah berbentuk Madrasah. Namun kurikulum dan aktivitas belajar mengajarnya merupakan hasil pengembangan dari gaagasan-gagasan yang positif di surau.
Rahmah menyadari betul sekolah yang akan dibentuknya sendiri, tetap harus sejalan dengan petunjuk agama. Rahmah El-Yunusiyah adalah orang Indonesia pertama yang mendapat gelar guru kehormatan atau dalam bahasa arab biasa disebut Syekhah dari Universitas Al-Azhar Mesir. Pemikirannya yang mengilhami salah satu universitas tertua dan terbaik di timur tengah itu untuk membuat fakultas dengan konsep serupa, Kulliyyat Al-Bannat.
Sebuah Refleksi untuk Kartini Day
Pada suatu senja menjelang adzan maghrib, ia bersiap untuk berwudhlu. Tubuhnya yang sudah renta itu terkulai lemas dan akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir dengan damai dan tenang. Di usianya yang ke-71. Hari itu tepat pada tanggal 26 Februari 1969.
Ia meninggal tapi tidak dengan semangatnya, lewat anak keturunannya api semangat itu terwarisakan dan tetap menyala-nyaa. Hingga sekarang sekolah khusus perempuan ala Rahmah tetap berdiri. Bahkan berkembang dan besar, memberi manfaat bagi masyrakat Minangkabau yang kemudian hari jadi sumber inspirasi bagi sekolah khusus perempuan lain.
Rahmah menunjukkan bahwa pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai keislaman adalah salah satu jalan untuk mencerdaskan umat. Lewat pendidikan yang demikianlah akan lahir ibu-ibu yang hebat dan dengannya peradaban Islam akan mencapai puncak kejayaan.
***
Bagi Saya, Rahmah El-Yunusiyah adalah pahlawan bagi perempuan. Meskipun namanya sedikit sekali atau mungkin hampir tak ada dalam lembar buku sejarah pendidikan formal kita. Ketimbang tokoh lain seperti R.A.Kartini, Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika, Cut Meuthia dan lain sebagainya nama Rahmah memang tak cukup tenar.
Terlepas daripada itu, sedikit sekali perempuan yang menghibahkan dirinya untuk pendidikan lebih-lebih pendidikan Islam yang khusus untuk perempuan. Oleh sebab itu, tulisan ini dibuat sebagai bentuk hormat dan usaha kecil untuk melacak kembali peran perempuan Minang itu.
Sepatutnya kita memberi setinggi-tingginya hormat dan terima kasih kepada Rahmah El-Yunusiyah, yang telah berhasil melakukan dan mengawali itu. Apa-apa yang telah dilakukan oleh Rahmah El Yunusiyah adalah contoh nyata keberdayaan dan etos semangat kaum perempuan dalam mengungkai peradaban.